Berbagai tokoh agama menyatakan dukungan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Antipornografi dan Pornoaksi (APP) yang saat ini sedang dirumuskan DPR. Mereka menilai pornografi sebagai hal yang bertentangan dengan ajaran semua agama.
Sekretaris Umum (Sekum) Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), Pdt Richard M Daulay, mengatakan pornografi secara tegas dilarang kitab suci umat Protestan. ''Kitab suci telah melarang umatnya melakukan hal yang berbau zina,'' katanya kepada Republika di Jakarta, kemarin (7/3). Menurutnya, mereka yang mengeksploitasi dan menyebarkan pornografi bukanlah orang beriman. Ia berharap, pemerintah segera mengatasi maraknya pornografi di Tanah Air.
Indonesia, kata Wakil Sekum PGI, Pdt Weinata Sairin, membutuhkan aturan yang jelas dan tidak bersifat multitafsir untuk mencegah dan melawan pornografi dan pornoaksi. Sebab, pornografi sangat berbahaya dan merusak moral generasi muda. ''Maraknya pornografi tentu sangat tak sehat bagi anak-anak,'' katanya.
Ketua Umum Forum Komunikasi Kristiani Jakarta, Theophilus Bela, punya pandangan yang sama. Pendiri Solidaritas Demokrasi Katolik Indonesia itu menyatakan, maraknya pornografi telah melanggar salah satu dari Sepuluh Perintah Tuhan yang diyakini umat Katolik. Theophilus mengaku prihatin dengan pornografi yang menyerbu anak-anak dan remaja. Pornografi, tegasnya, jelas merusak moral generasi muda harapan bangsa.
Ia menyerukan agar seluruh masyarakat dan tokoh lintas agama bergandeng tangan melawan pornografi yang sudah meresahkan. Karena itu, ia mendukung pembahasan RUU APP. ''Baik yang pro dan kontra perlu duduk bersama mencari jalan tengah,'' katanya. Setiap agama, tegas Sekretaris Komisi Keadilan dan Perdamaian Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Romo Dani Sanusi, pasti menolak pornografi dan pornoaksi. Ia sepakat adanya RUU APP dengan syarat pasal yang multitafsir diubah.
Maraknya pornografi di Indonesia, kata tokoh agama, Frans Magnis Suseno, menunjukkan ada yang tidak beres di masyarakat. Menurut Frans, hal seperti ini juga banyak dikhawatirkan negara-negara lain. Mengenai RUU APP, katanya, ada banyak hal yang perlu diperbaiki dan direvisi. ''UU Antipornografi bukan tak perlu, tapi harus dikerjakan secara kompeten agar bisa bermutu.''
Penduduk Bali, kata tokoh masyarakat Bali, Jero Wijaya, terbagi menjadi tiga kelompok menyikapi RUU APP. Mereka yang menolak secara total meminta DPR membatalkan RUU tersebut. Ada juga elemen masyarakat yang hanya meminta revisi sejumlah pasal. Namun, katanya, masyarakat Bali yang mendukung pemberlakuan RUU juga ada. ''Saya termasuk salah seorang yang mendukung RUU APP, yang lainnya barangkali belum mau bicara,'' kata Jero.
Menurut Ketua PB Nahdlatul Ulama (NU), KH Hasyim Muzadi, RUU APP diperlukan sebagai salah satu sarana mencegah menjalarnya degradasi moral bangsa. ''NU mendukung RUU APP ini. Memang formulasinya harus dapat diterima semua pihak. Perundangan ini penting untuk menjamin kelangsungan generasi muda bangsa ke depan,'' katanya.
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, meminta agar persoalan yang mengganjal RUU APP terus didialogkan. Karena semua suku dan agama, katanya, pasti tidak sepakat terhadap pornografi dan pornoaksi. Apalagi, RUU ini tidak menghilangkan akar budaya masyarakat.
Suka dengan artikel ini? [Bagikan artikel ini ke teman2-mu di FACEBOOK. Klik disini]