JAKARTA - Hari pertama beredarnya majalah Playboy Indonesia kemarin disambut beragam reaksi. Meski laris manis di pasaran, kantor majalah tersebut didemo. Model cover premiere issue majalah itu pun dipolisikan.
Kantor majalah yang terletak di Gedung AAF, Jalan TB Simatupang, kemarin siang diserbu 20 pimpinan cabang Front Pembela Islam (FPI) DKI Jaya. Mereka menuntut agar majalah tersebut ditarik dari peredaran.
Menurut Alawi Usman, ketua Badan Investigasi FPI, ada empat halaman dari majalah itu yang tidak layak dikonsumsi kalangan muda. "Kita sudah melihat majalahnya dan empat halaman artis itu sangat tidak layak untuk adik-adik kita," ujarnya.
Alawi menambahkan, mereka mempunyai beberapa tuntutan yang akan diajukan kepada pihak Playboy Indonesia. Yang pertama, mereka tidak setuju dengan penggunaaan Playboy sebagai judul majalah. "Playboy dalam bahasa Betawi itu artinya bandot. Padahal, bandot itu perusak perawan," ujarnya.
Yang kedua, FPI menganggap majalah tersebut produk Amerika Serikat. Selanjutnya, mereka juga menganggap redaksi Playboy telah melanggar perjanjian yang disepakati sebelumnya. Dalam janjinya tersebut, Playboy Indonesia hanya akan mengedarkan majalah itu di outlet-outlet yang bisa diawasi. "Tapi kenyataannya, di kios-kios dan di setiap lampu merah pun ada. Mana janjinya?," ujarnya.
Jika tuntutan tersebut tidak dipenuhi, FPI berencana melakukan sweeping majalah itu dan menariknya dari pasaran. Selain mendapatkan demo di kantornya sendiri, majalah tersebut menuai tuntutan hukum. Pihak Playboy Indonesia kemarin siang dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh Masyarakat Anti-Pembajakan dan Pornografi Indonesia (MAPPI).
Mereka menganggap majalah itu mengandung unsur pornografi. Semua yang terlibat, mulai director Playboy Erwin Arnada, fotografer Oke Gania, penanggung jawab Ponti Carolus, model cover Andhara Early, dan playmates premiere issue Kartika Oktavini Gunawan dilaporkan ke Polda Metro Jaya.
Menurut Ketua MAPPI Syamsul Huda, majalah itu dianggap mengandung unsur pornografi. "Semua orang pasti setuju kalau melihat foto-foto di majalah ini," ujarnya setelah melaporkan majalah tersebut di Sentra Pelayanan Kepolisian Polda Metro Jaya.
Syamsul menambahkan, majalah itu dapat merusak generasi muda dan juga berpengaruh buruk terhadap masa depan Indonesia. Apalagi, diperdagangkan secara bebas. "Saya beli majalah ini di depan sebuah madrasah di Radio Dalam, Jakarta Selatan," tegasnya.
Meski begitu, majalah yang dicetak 100 ribu eksemplar itu laku keras di pasaran. Beberapa agen di kawasan Senen, Jakarta, mengaku dagangan mereka ludes dalam hitungan jam. Padahal, mereka telah mengambil 500 eksemplar. Namun, sejumlah pembeli mengaku kecewa dengan Playboy terbitan perdana tersebut. "Nggak seheboh yang dibayangkan,"aku Tommy, karyawan sebuah perusahaan swasta di Jakarta Selatan.
Menanggapi beragam reaksi dari masyarakat itu, penanggung jawab Playboy Indonesia Ponti Carolus menyatakan, pihaknya akan sepenuhnya mengikuti hukum yang berlaku di Indonesia. Dalam siaran persnya kemarin, Ponti menegaskan bahwa majalahnya tidak akan memuat foto-foto telanjang.
"Aksi penyitaan justru merupakan pelanggaran terhadap kegiatan usaha yang legal," tulisnya. Jika hal itu sampai terjadi, Ponti akan berkonsultasi dengan penasihat hukum dan mengambil langkah yang diperlukan. Selain mengutarakan keberatannya dengan penarikan majalahnya tersebut, Ponti menyatakan majalah mereka memiliki kualitas jurnalisme yang tinggi. "Majalah ini juga ditargetkan untuk pria dewasa berusia 25-45 tahun dan dijual di agen dan toko buku terpilih," tandasnya.
Menneg PP Minta Depkominfo Tindak Playboy Indonesia
Jakarta - Meski terlalu sopan untuk ukurannya, bukan berarti penerbitan Playboy Indonesia edisi selanjutnya akan mulus. Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (Menneg PP) Meuthia Farida Hatta meminta agar majalah itu ditindak.
Tindakan tegas itu diminta dilakukan jika Playboy yang kali ini masih "sopan" di kemudian hari menampilkan gambar-gambar yang berbau pornografi. Namun seperti apa tindakan itu, Meuthia menyerahkannya kepada Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo).
"Itu kewenangan Depkominfo, kita hanya mengusulkan, memprotes sesuai dengan kewenangan kita. Kalau bentuknya seperti apa, itu bisa ditanyakan ke Depkominfo," kata Meuthia dalam jumpa pers di Kantor Kementerian PP, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (7/4/2006).
Perempuan bergelar doktor itu merasa kehadiran Playboy Indonesia telah mengusik sebagian besar masyarakat Indonesia. Menurut Meuthia, respons masyarakat masih negatif meskipun edisi perdana majalah itu tidak sepanas edisi di Amerika Serikat.
"Itu menambah masalah baru. Sebagian besar masyarakat masih beranggapan Playboy Indonesia masih sama dengan Playboy di AS," kata Meuthia.
Putri proklamator Bung Hatta itu mengkhawatirkan Playboy akan menjadi pintu gerbang bagi eksploitasi terhadap perempuan. Maka itu Meuthia meminta Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP) yang kini dibahas DPR juga membahas masalah eksploitasi perempuan.
Meuthia juga mengharapkan dengan RUU APP itu nantinya majalah yang berbau pornografi dapat ditindak.
Majalah Playboy Dijual Secara Sembunyi-sembunyi di Yogyakarta
Yogyakarta - Meski di kota-kota besar di Indonesia, Majalah Playboy versi Indonesia sudah dijual bebas di pasaran. Namun di Yogyakarta sulit untuk mendapatkannya.
Berdasarkan pantauan detikcom, majalah khusus pria dewasa itu dijual secara sembunyi-sembunyi di beberapa kios dan pedagang eceran. Bahkan di beberapa toko buku besar seperti Gramedia di Jl Sudirman, Gramedia Malioboro Mall, Toko Buku Social Agency di Jl Prof Yohanes dan Laksda Adisucipto para pengelola mengaku belum menjual majalah tersebut.
"Saya belum berani memajang majalah itu di kios, takut kena sweeping," kata Suprayitno (40) salah seorang pemilik kios majalah dan surat kabar di kawasan Jl Gejayan Mrican kepada detikcom, Sabtu (7/4/2006).
Meski sudah banyak yang memesan katanya, dari pihak agen majalah belum berani mendistribusikan dalam jumlah banyak. Sedangkan tiga eksemplar majalah Playboy yang baru diterimanya, sudah habis terjual.
"Tadi pagi hanya dapat tiga eksemplar, itu langsung habis dibeli pembeli yang kebetulan telah memesan lebih dulu," katanya.
Menurut Suprayitno, setiap eksemplarnya dijual dengan harga Rp 45 ribu, meski harga bandrol tercantum Rp 39 ribu. Saat ini, dirinya sudah minta ke agen tapi belum ada kiriman lagi, karena banyak pembeli yang datang menanyakannya.
Sementara itu, Yanto pedagang majalah dan koran di Jalan Trikora Yogyakarta, mengaku sampai sekarang belum menerima kiriman majalah meski sudah memesan kepada agen dalam jumlah banyak. "Kalau memang suda ada di Yogya, saya mau pesan 10 eksemplar, karena yang datang ke sini menanyakan majalah itu sudah banyak," katanya.
Menanggapi beredarnya majalah Playboy versi Indonesia di Yogyakarta, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) DIY, KH Thoha Abdurrahman menolak beredarnya majalah itu di wilayah Yogyakarta karena berbau pornografi.
"ATM kondom saja kita tolak apalagi majalah itu karena bisa merusak generasi muda Yogyakarta dan Indonesia pada umumnya. Kita lihat saja nanti, kalau benar-benar beredar, kita akan protes," tegas Thoha.
Suka dengan artikel ini? [Bagikan artikel ini ke teman2-mu di FACEBOOK. Klik disini]